Rabu, 06 April 2011

Candi Borobudur

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheqAd4YDltHVJswtO03dyJK79QyzGZgfnqQo1_bhQUVdy0Oty7QbJ0kjeCHy5COPrrUUp0qC58IP6eB391hGN7cUJ70Pj_lemlh4NRevisLEX205ie6cp4hNdSr_l65DUTnmvLy0BwdRPf/s1600/inboro02.jpg
untuk sekadar meng-ingatkan kembali bagai-mana pentingnya kita menghargai sejarah
dan benda-benda peninggalan berupa artefak-artefak, candi, prasasti, atau yang lainnya,
marilah kita melihat bagaimana Candi Borobudur direkonstruksi se-hingga menjadi
bangunan yang megah dan termasuk tujuh keajaiban dunia. Untuk meng-awalinya kita
perlu melihat bagaimana nama dan Candi Borobudur diketahui.
Hutan belukar
Sekira tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar
yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama
Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365
Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-
1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang
tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus
berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat
melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar. Kemudian pada tahun 1814,
Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi
dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang
pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua
bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran
dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842
stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di
antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata
Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama,
sedangkan kata Budur merujuk pada nama tempat. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF.
Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Sedangkan
Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun
pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824
Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti
didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang
bagi arwah-arwah leluhurnya.
Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor
pengucapan masyarakat setempat.
Dalam pelajaran sejarah, disebutkan bahwa candi Borobudur dibuat pada masa
Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Sedangkan
yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma.

Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan
candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang
sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat
yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa
Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya,
Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani. Sebelum
dipugar, Candi Borobudur berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru
ditemukan sekarang ini. Ketika kita mengunjungi Borobudur dan menikmati keindahan alam
sekitarnya dari atas puncak candi, kadang kita tidak pernah berpikir tentang siapa yang berjasa
membangun kembali Candi Borobudur menjadi bangunan yang megah dan menjadi kekayaan
bangsa Indonesia ini.
Pemugaran selanjutnya, setelah oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen
Hatmann, dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali
susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang.
Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu,
tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai
falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba
melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk
melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp
menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya
ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran
Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-
Vajrayana. Oleh sebab itu, para pemugar harus memiliki sekelumit sejarah agama ini di
Indonesia. Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya
membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunanbangunan
candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur
dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.
Materi candi
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di
Kamboja. Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir. Luas bangunan Candi
Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan.
Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500
km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh
gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460
panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian relief itu dibentangkan maka
kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk
bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh
bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah sampai
ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar
petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine
Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic
dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu
nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan
berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang
ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di
Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur
akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa.
Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi
Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden
berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Dan
30
itulah salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di
Indonesia.
Melihat kemegahan bangunan Candi Borobudur saat ini dan candi-candi lainnya di
Indonesia telah memberikan pengetahuan yang besar tentang peradaban bangsa Indonesia.
Berbagai ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan
oleh Teodhorus van Erp. Kita patut menghargai usaha-usahanya mengingat berbagai kendala
dan kesulitan yang dihadapi dalam membangun kembali candi ini.
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya
Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal
sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau
masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai
pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman
candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan? Mengingat pada masa itu
belum ada gambar biru (blue print), lalu dengan sarana apakah mereka itu kalau hendak
merundingkan langkah-langkah pengerjaan yang harus dilakukan, dalam hal gambar relief,
apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru
dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah
atau dari bawah ke atas? Dan masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmu
pengetahuan, terutama tentang ditemukannya ruang pada stupa induk candi.
Restorasi di tahun 1974-1983
Harta karun
Pemugaran selanjutnya dilakukan pada tahun 1973-1983, selang 70 tahun dari
pemugaran yang dilakukan van Erp. Pemugaran ini dimaksudkan tiada lain sebagai upaya
melestarikan budaya yang tak ternilai harganya. Inilah "harta karun" yang sesungguhnya tak
bisa dihargai dengan uang apalagi dijual untuk membayar utang. Kesadaran masyarakat untuk
ikut mengamankan bangunan candi sangat diharapkan termasuk juga dari para wisatawan.
Penggalian, penelitian, dan rencana pemugaran terhadap candi-candi atau benda-benda
bersejarah lainnya yang baru-baru ini ditemukan tentunya membutuhkan waktu dan biaya yang
tidak sedikit. Pemugaran bangunan budaya dan kepurbakalaan tidak semudah pembangunan
gedung modern. Setiap bentuk bangunan budaya memiliki makna yang khusus dan hal ini tidak
dapat diabaikan di dalam pemugaran bangunan kuno tersebut. Oleh sebab itu butuh dukungan
dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Upaya membangun kembali
sebuah simbol-simbol peradaban yang pernah hilang berarti semakin membuka mata-hati kita
tentang sejarah peradaban manusia Indonesia yang kaya dengan ilmu pengetahuan dan
budaya. Dengan demikian, kita akan menjadi manusia berbudaya yang mampu menghargai
budayanya sendiri sebagai bentuk jati diri dan identitas bangsa yang mandiri.
Akhirnya, kita harus membangkitkan kembali gairah menghargai benda-benda cagar
budaya yang bukan hanya menjadi kekayaan masyarakat dan bangsa, melainkan juga menjadi
kekayaan ilmu pengetahuan yang akan terus mengungkap fakta-fakta sejarah itu. Menikmati
keindahan dan menjaga kelestariannya merupakan salah satu bentuk kepedulian yang sangat
berarti. Tentunya peran lembaga yang berkaitan dengan perlindungan benda-benda cagar
budaya perlu ditingkatkan dengan memberikan pemahaman, pengertian dan sosialisasi tentang
pentingnya menjaga dan melestarikan benda-benda tersebut.
Perlindungan hukum pun harus ditegakkan secara konsisten sehingga tidak terjadi lagi
kepincangan-kepincangan hukum yang menyisakan rasa ketidakadilan bagi masyarakat, seperti
halnya kasus peledakan Candi Borobudur pada 1983.***
Tetap menjadi suatu misteri,sekedar tambahan candi Borobudur adalah candi Buddha
terbesar di dunia dengan tinggi 34,5 meter dan luas bangunan 123 x 123 meter. Di dirikan di
atas sebuah bukit yang terletak kira-kira 40 km di barat daya Yogyakarta, 7 km di selatan
Magelang, Jawa Tengah.
Candi Borobudur dibangun oleh Dinasti Sailendra antara tahun 750 dan 842 Masehi.
Candi Buddha ini kemungkinan besar ditinggalkan sekitar satu abad setalah dibangun karena
pusat kerajaan pada waktu itu berpindah ke Jawa Timur. Sir Thomas Stanford Raffles
menemukan Borobudur pada tahun 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan supaya situs
tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Proyek restorasi Borobudur secara
besar-besaran kemudian dimulai dari tahun 1905 sampai tahun 1910 dipimpin oleh Dr. Tb. van
Erp. Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk menyelamatkan Borobudur
dilaksanakan dari bulan Agustus 1913 sampai tahun 1983.
Namun, sampai sekarang Candi Borobudur masih menyimpan sejumlah misteri.
Sejumlah misteri itu misalnya, siapa yang merancang Candi Borobudur, berapa jumlah orang
dipekerjakan untuk membangun candi tersebut, dari mana saja batu untuk membangun candi ?
Filosofi apa yang digunakan untuk membuat candi tersebut ? Tetapi yang pasti candi ini
merupakan aset penting bagi Indonesia di mata dunia internasional. Kita harus bangga dan
selalu menjaga kelestariannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More